Sistem Kontrol Boiler
Bahan bakar (seperti batubara) dibakar di dalam furnace untuk menghasilkan uap air yang selanjutnya menggerakkan sudu-sudu turbin. Putaran rotor turbin sekaligus memutar rotor generator yang selanjutnya membangkitkan energi listrik dengan besaran tertentu.
Pembangkit listrik adalah pabrik yang unik. Dimana hasil produksi pabriknya (yaitu listrik) pada saat itu juga secara real-time langsung digunakan oleh konsumennya. Selain itu, besar megawatt yang dihasilkan oleh pembangkit listrik juga secara real-time, sama persis dengan kebutuhan konsumen, tidak lebih dan tidak kurang.
Pembangkit listrik tidak dapat mengatur besar konsumsi listrik yang ada. Justru pembangkit listrik lah yang secara fleksibel harus dapat menyesuaikan beban listrik yang ada. Konsumen dapat dengan “semaunya sendiri” menggunakan listrik, dan pembangkit listrik lah yang harus menyediakan kebutuhan tersebut.
Jika terjadi perbedaan nilai antara beban listrik dari konsumen dengan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit, akan menyebabkan perubahan frekuensi listrik yang berbeda dengan yang seharusnya. Di Indonesia besar frekuensi listrik standard adalah 50Hz, yang berarti putaran generator yaitu sebesar 3000rpm. Pada saat beban listrik lebih besar daripada listrik yang dihasilkan oleh pembangkit, maka nilai frekuensi akan lebih rendah daripada 50Hz. Sedangkan jika beban listrik lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh pembangkit, besar frekuensi listrik akan lebih besar daripada 50Hz.
Sistem kontrol yang kompleks digunakan oleh pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik konsumen secara “real-time“. Secara umum sistem kontrol permintaan beban listrik (load demand) pada pembangkit listrik dibagi menjadi tiga, yaitu Boiler Follow, Coordinate Control, dan Turbine Follow.
Boiler Follow
Sistem kontrol ini sudah dikenal dan diterapkan sejak awal-awal penerapan pembangkit listrik tenaga uap. Pada kontrol ini, sistem turbin dan boiler berada pada dua skema kontrol yang berbeda. Pada saat permintaan beban listrik dengan besar tertentu muncul, sinyal tersebut digunakan sebagai input pada sistem kontrol turbin uap. Valve kontrol yang men-supply uap air ke dalam turbin membuka dengan besar tertentu sesuai dengan sinyal kebutuhan beban listrik yang diterima. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan dan debit uap air yang dialirkan ke dalam turbin. Sensor tekanan dan debit uap air membaca terjadinya error set point, yang artinya tekanan dan debit uap tidak sesuai dengan nilai set point yang telah ditentukan. Sinyal error tersebut menjadi sinyal input bagi boiler, untuk menambah atau mengurangi tekanan uap air dengan jalan menambah atau mengurangi proses pembakaran di dalam furnace. Sedangkan error set point pada debit uap, akan dikompensasi oleh jumlah air (feedwater) yang masuk ke dalam boiler.
Skema Sistem Kontrol Boiler Follow
Kelebihan dari sistem kontrol ini adalah respons yang cepat terhadap perubahan beban listrik. Alasan pertama yaitu karena valve kontrol uap air masuk ke turbin langsung merespons setiap terjadinya perubahan beban listrik, dan alasan yang kedua adalah karena boiler yang juga bersifat sebagai reservoir energi panas yang dapat digunakan pada saat terjadi perubahan kebutuhan uap air. Namun di sisi lain, kekurangan dari sistem kontrol ini adalah akan terjadi perubahan sesaat spesifikasi uap air (tekanan dan debit) yang akan masuk ke turbin uap. Hal ini beresiko timbulnya kondensasi uap air yang tentu akan berbahaya bagi sudu-sudu turbin uap.
Coordinate Control
Prinsip dari sistem kontrol ini adalah dengan menggunakan sinyal input kebutuhan beban listrik sebagai sinyal feedforward ke sistem kontrol boiler dan turbin secara paralel. Tujuannya adalah untuk lebih meminimalisir terjadinya interaksi antara variabel-variabel kontrol boiler dengan turbin, serta dapat lebih simultan mengontrol besar pembakaran pada furnace dan besar bukaan valve kontrol turbin untuk setiap perubahan beban listrik.
Sistem Kontrol Koordinat (Coordinate Control)
Sinyal beban listrik yang masuk ke dalam sistem kontrol koordinat menjadi menjadi sinyal input untuk mengatur besar pembakaran di boiler dan besar bukaan valve kontrol uap air pada turbin. Sistem kontrol koordinat merupakan sistem close-loop, yang artinya ada beberapa parameter yang digunakan sebagai sinyal balik masuk ke sistem kontrol untuk digunakan sebagai parameter kontrol proses agar selalu sesuai dengan perintah kontrol. Sinyal balik yang digunakan antara lain adalah parameter-parameter kualitas uap air yang keluar dari boiler (tekanan, debit, temperatur, dan lain sebagainya) serta besar MegaWatt yang dihasilkan oleh generator. Sinyal-sinyal input balik tersebut, digunakan kembali oleh sistem kontrol sebagai sinyal input untuk meminimalisir set-point error.
Turbine Follow
Mode kontrol beban listrik terakhir adalah sistem kontrol Turbine Follow. Kontrol ini kebalikan dari sistem kontrol Boiler Follow. Sinyal kebutuhan beban listrik dikirimkan ke sistem kontrol boiler untuk selanjutnya diatur besar pembakaran di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan, dan besar bukaan valve kontrol uap air pada turbine sesuai dengan besar tekanan pada pipa uap air.
Sistem Kontrol Turbine Follow
Sistem kontrol Turbine Follow memiliki respons yang lambat pada saat terjadinya perubahan beban listrik. Namun sistem kontrol ini dibutuhkan oleh PLTU pada saat terjadi masalah pada boiler, misalnya terjadi gangguan pada salah satu dari dua force draft fan sehingga proses pembakaran harus turun ke 50% kemampuan maksimal. Di saat inilah mode kontrol menggunakan Turbine Follow.
Sumber: http://onnyapriyahanda.com/aplikasi-sistem-kontrol-modulasi-pada-pembangkit-listrik-tenaga-uap/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar